Minggu, 14 Juni 2020

BERSAMA BINTANG - Devi AMELIA

Chapter 2






"Mama! Jangan bakar Mama, jangan bakar Mama!"

Raya berteriak-teriak lantang, memberontak dicengkraman kedua pria bertubuh tegap didua sisi tangannya. Beberapa kali Raya terjatuh saat lututnya melemas.

Air matanya terus berlomba turun, menggelengkan kepalanya meminta permohonan belas kasihan.

Kerumunan dilapangan desa kumuh itu semakin riuh, saat nyala api semakin besar. Mereka semua berdesakan, melingkari kobaran api yang meliuk-liuk ditengah-tengah. Si Jago Merah tersebut siap membantai, membuat Raya semakin menangis histeris meminta harapan.

"Bakar boneka kayu itu! Bakar!"

"Bakar sampai habis! Jangan beri anak kurang ajar itu ampunan!"

Raya tersedu, mendengar teriakan-teriakan yang mengait-kaitkan namanya.

Sebuah hukuman paling keji didunia. Mereka menghukum gadis kecil yang tidak tahu apa-apa dengan cara pembunuhan karakter dan mengguncang jiwa Raya seolah Raya adalah manusia paling berdosa. Padahal itu tidak benar, tidak ada hukum yang berlaku untuk anak sekecil Raya. Gadis itu hanya ingin melakukan sebuah pembelaan.

Raya semakin memberontak saat seorang laki-laki kurus dengan kaus putih tanpa lengan mengangkat sebuah patung boneka kayu berbentuk seorang wanita yang sedang menatap kearah lurus. Patung boneka kayu yang tingginya seukuran manusia pada umumnya itu dilapisi sebuah gaun bertambal-tambal dan wig rambut sepanjang bahu dengan warna pirang keemasan. Raya berteriak, menangis meminta untuk mengembalikan 'Mama' nya. Tetapi harapan Raya hanya dianggap angin lalu saja, Raya mencak-mencak sambil menangis. Wajahnya memerah, menahan sesak.

"Jangan bakar Mamaa!!" Jerit Raya.

Seorang laki-laki dengan kaus paling rapi dan peci hitam khas ketua RT itu berdiri didekat kobaran api, mengangkat salah satu tangannya memberi aba-aba.

"Satu, dua, tiga!!"

"Mama!!"

Patung Boneka kayu itu melambung melawan hukum gravitasi, lalu terjatuh dengan cepat kearah kobaran api. Dalam sedetik, Api meletup-letup melahap patung tersebut tanpa ampun. Raya menahan napasnya, menatap tragedi paling menggerikan dihidupnya.

"Mama!" Raya berhasil melepaskan diri ketika dua laki-laki yang mencengkram lengannya lengah. Raya berlari mendekati kobaran api yang semakin besar tersebut, tidak ada yang mencegah Raya. Gadis kecil itu tidak berhenti menangis, ia seperti orang linglung dengan berjalan memutari kobaran api.

Raya tidak tahu bagaimana cara menyelamatkan Mama nya.

"Mama!!" teriak Raya histeris, ia jatuh terduduk didepan kobaran api yang merenggut satu-satunya harapan kehidupan untuk Raya. "Mama.." Raya tidak perduli suhu panas karena ia terlalu dekat dengan kobaran api didepannya, ia hanya melihat samar-samar potongan tangan patung boneka yang ia sebut sebagai 'Mama' terus dilalap api.

"Matikan Api nya!" Teriak Ketua RT, setelah memastikan bahwa patung boneka itu sudah hilang digantikan abu.

Dan warga berbondong-bondong mengangkat seember air lalu memadamkan api yang tengah meliuk dimainkan angin. Butuh waktu hampir setengah jam untuk berhasil memadamkan api tersebut.

Setelah api padam, perlahan-lahan warga mulai membubarkan diri. Meninggalkan Raya yang masih terduduk diatas tanah becek bekas hujan, meratapi sesuatu didepannya. Ia benar-benar tidak mengerti, sebesar apa kesalahannya sampai ia harus menerima hukuman seberat ini.

Kenapa harus merengut satu-satunya alasan yang membuat Raya tetap bertahan di bumi ini?

Beberapa wanita dewasa yang melihatnya pun enggan mendekati atau bersimpati, mereka saling berbisik lalu meninggalkan tempat itu.

Bibir Raya bergetar hebat, ia bangkit melawan getaran yang membuat lututnya melemas. Gadis itu mendekati tumpukan arang yang masih mengepulkan asap, lalu menahan isakannya saat melihat sisa gaun milik 'mama' nya yang sudah terbakar habis. Kepala Raya menoleh ke sekeliling, menatap orang-orang yang kini menatapnya acuh.

Mereka tidak perduli.

"Mama..," Raya memgulurkan tangannya, hendak meraih sebuah kepala patung yang sudah rusak dan meleleh sebagian. Tapi Raya menahan tangannya, lalu menariknya lagi.

Dalam hitungan detik, gadis kecil itu mulai berlari menjauh dari tempat neraka itu. Meninggalkan saksi ketidakadilan nya, meskipun siapapun tahu, luka Raya tidak akan raib bahkan setelah Raya pergi dari tempat yang telah merenggut bahagianya. Luka itu akan terus terbuka dan menganga, sebelum ia bisa menjadi seseorang yang selalu ia inginkan.

Menjadi seorang pengacara, dan menjalankan misi terakhirnya untuk terus menegakkan keadilan dan meniadakan penekanan seperti yang ia dapatkan sekarang.

•••

Malam yang cukup sunyi dan dingin, Raya masih disana. Duduk diatas rerumputan tebal sambil menenggadahkan kepala keatas langit yang gelap, sesekali sinar rembulan memantulkan cahayanya kedalam manik mata hazel Raya.

Tapi daripada sinar rembulan, Raya lebih suka titik-titik kecil yang berserakan dilangit. Berwarna putih tetapi bercahaya.

Raya masih ingat, Dulu Mama nya sangat suka mengajaknya melihat bintang dimalam hari. Mama nya, wanita berkarir  dengan lulusan terbaik di salah satu Universitas ternama yang telah menjadi korban keganasan politik. Desainer profesional yang memiliki sebuah butik terkenal itu telah tiada, menyisakan kepedihan dihati Raya.

Bahkan, Raya masih ingat dimana orang-orang berjaket kulit hitam memenuhi rumah nya. Mereka mengusir mereka. Tetapi bukan itu yang paling menyedihkan.

Hal yang paling menyakitkan itu ketika Raya melihat dengan mata kepalanya sendiri, Mama nya digiring oleh polisi dan mendapatkan hukuman mati atas semua tuduhan-tuduhan tidak manusiawi.

Wanita itu, berakhir di sel tahanan.

"Mama.."

Tangan Raya terulur, seolah hendak memetik satu bintang yang menurutnya paling terang. "Nanti, kalau Raya udah gede.. Raya janji bakal tunjukin, Mama nggak salah!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Light Me Up (part 4)- Roselyn NorthGod

Matahari pagi Paris menyorot memaksa masuk ke dalam kamar hotel yang Sehun tumpangi untuk seminggu. Walaupun kenyataannya Mas Sehun tidak ta...